- Sindrom Metabolik
- Pembiayaan Rumah Sakit KOMPLEMENTER TERINTEGRASI oleh BPJS
- Menangani Keluhan Pelanggan Layanan Kesehatan
- Kisah Pasien Yang Pasang Ring Jantung
- Metode Pengalihan Rokok
- Pasien Sumber Ilmu dan Motivasi, Filosofi Service Excellence Klinik Utama CMI
- Diet Slow-Carb (Karbo-Lambat Cerna) Yang Sedang Trendy
- Relaksasi Pijat Untuk Kesehatan Jantung
- Kismis Anggur, buah kering yang menyehatkan
- Tempe, dulu bahan ejekan Kini jadi Primadona
Budaya Jalan Kaki : Desain alam yang ditinggalkan manusia Indonesia
Oleh : dr. Rizki Budiman
Manusia diciptakan dengan kaki sebagai alat gerak utama untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kaki sebagai alat transportasi utama inilah yang selama ribuan tahun membawa umat manusia menyebar ke seluruh penjuru bumi, hingga bisa dikatakan bahwa tidak ada satu bagian bumi pun yang manusia tidak hadir di dalamnya.
Baca Lainnya :
- Penyakit Jantung Koroner dalam Sudut Pandang Ibnu Sina
- Peran Penting Sport Science dalam Rehabilitasi Pasien Jantung Koroner
- Pentingnya Sport Science Pada Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
- Peningkatan Rigiditas Pembuluh Darah Pasca Pemasangan Ring Jantung dan Efeknya
- Jenis Pemasangan Ring Jantung serta Kekurangannya, Solusi Lain yang Lebih Inovatif Ada Gak?
Bersama dengan otot-otot lengan, otot-otot kaki memerlukan energi yang sangat besar untuk bekerja, dimana energi ini diperoleh dari zat cadangan energi dalam sel otot yang dinamakan Adenosin Triphosphat. Dalam bekerjanya menggerakkan otot, Adenosin Triphosphate atau ATP ini terlibat dalam suatu siklus rumit yang melibatkan banyak zat biokimiawi yang lain, termasuk dengan zat-zat yang berasal dari makanan yaitu protein, karbohidrat, dan lemak. Bisa dikatakan bahwa otot-otot kakilah yang menghabiskan sebagian besar energi yang berasal dari makanan.
Selama ribuan tahun keberadaannya, umat manusia di berbagai belahan bumi telah mengembangkan cara untuk menjaga kesetimbangan antara asupan makanan, simpanan energi dalam tubuh, dan energi yang digunakan untuk gerak otot. Namun kesetimbangan ini terganggu ketika pola kerja manusia berubah dari pola kerja banyak menggunakan kaki misalnya berburu, berladang menjadi pola kerja banyak duduk misalnya kerja di depan laptop, rapat, dll.
Kesetimbangan makin parah ketika pola transportasi manusia berubah, dengan tidak lagi mengandalkan cadangan energi otot yaitu berjalan dan berlari, melainkan lebih mengandalkan energi dari bahan bakar fosil, dengan berkendara kemanapun, untuk tujuan apapun, bahkan untuk jarak dekat sekalipun. Perubahan pola kerja dan pola transportasi inilah yang membuat manusia-manusia modern berkelebihan cadangan energi dalam tubuh.
Cadangan energi dalam tubuh disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak, ketika cadangan energi tidak termanfaatkan akibatnya adalah timbul berbagai penyakit. Penyakit yang disebabkan oleh kelebihan glikogen dan lemak ini banyak jenisnya termasuk penyakit jantung koroner dan diabetes tipe II.
Budaya jalan kami di Indonesia semakin ditinggalkan karena berbagai faktor, di antaranya adalah karena faktor iklim tropis yang membuat orang sangat cepat berkeringat dan berbau. Keringat dan bau ini membuat orang merasa tidak nyaman untuk berinteraksi dengan orang lain. Faktor lain adalah kurangnya fasilitas publik yang nyaman bagi pejalan kaki, sehingga orang Indonesia lebih nyaman berkendara walaupun ke tempat yang dekat.
Untuk membudayakan kembali berjalan kaki sebagai metode transportasi utama tentu tidak mudah, hal ini membutuhkan kemauan pemerintah untuk membuat kebijakan yang menomorsatukan para pejalan kaki. Fasilitas bagi pejalan kaki harus dibuat seaman, senyaman, dan seindah mungkin. Transpotasi massal antar regional harus dibuat sangat aman, sangat nyaman, terjangkau, dan dapat diandalkan dari segi ketepatan waktu. Masyarakat pun harus dibukakan minatnya untuk berjalan kaki misalnya dengan dibuatnya tempat-tempat mandi umum yang bersih di dekat tempat bekerja, atau dengan insentif pengurangan pajak bagi para pejalan kaki aktif.
Editor : dr. Kevin Barezi Girsang, Deliana Sinulingga